Sebuah karya yang di sebut 'Rice Art' menempati area seluas 16.000 meter persegi dengan menggambarkan para petani memakai topi jerami dan menggunakan sabit untuk memanen padi - yang mencerminkan tradisi dan kehidupan para petani. Greenpeace melakukan karya seni ini di Thailand's Central Plains - daerah yang diakui sebagai salah satu daerah paling subur penghasil beras di Asia Tenggara - dengan dua warna beras organik. Salah satu bagian dengan varitas padi lokal yang tampak hijau dari atas, dan yang kedua adalah varitas beras hitam tradisonal.
Beras adalah kehidupan
Beras terkait erat dengan budaya dan kehidupan masyarakat di Asia Tenggara. kawasan yang kaya akan warisan budaya beras harus dilindungi melalui pertanian padi yang berkelanjutan. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menjaga beras kita melawan resiko akan 'teknologi' seperti rekayasa genetika, dan berinvestasi dalam produksi dan metode pertanian ekologi, pertanian yang tidak tergantung pada bahan-bahan kimia berbahaya.
Pemerintah di Asia Tenggara harus mengeluarkan suatu larangan langsung pada GE (genetically engineered) tanaman pangan, khususnya beras dengan kandungan bahan kimia. mengancam mata pencaharian petani dan kandungannya dapat menimbulkan risiko terhadap lingkungan. Karena para perusahaan banyak yang mendukung beras GE ini mendorong perkebunan monokultur yang mengurangi keragaman, tanaman GE menambah risiko produksi beras di seluruh dunia yang ditimbulkan oleh pemanasan global.
Beras adalah tanaman pangan yang paling penting di Asia Tenggara – berdasarkan perhitungan dari sekitar 25 persen dari total produksi beras dunia pada tahun 2008. Tetapi produksi beras di negara-negara seperti Indonesia, Filipina dan Thailand menghadapi ancaman dari perusahaan bioteknologi.
Pertanian terancam perubahan iklim
Pertanian pada saat ini menghadapi perubahan iklim di Asia Tenggara yang merupakan produsen pertanian terbesar di dunia - tetapi pada saat yang sama menjadi sangat rentan terhadap bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim. Bank Pembangunan Asia (ADB) melakukan penelitian yang dirilis bulan April lalu mengungkapkan bahwa jika tidak ada tindakan global yang di lakukan, perubahan iklim akan menyebabkan penurunan yang serius dalam produksi beras di negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Perubahan iklim akan sangat mempengaruhi pertanian di seluruh dunia. Ketahanan pangan di banyak negara adalah ancaman besar dari curah hujan yang tidak terduga dan lebih sering terjadinya cuaca ekstrim. Tujuh puluh persen dari kemiskinan dunia ditemukan di daerah-daerah pertanian di mana petani bergantung pada hujan untuk hasil panen mereka - di mana terlalu banyak atau terlalu sedikit hujan adalah suatu bencana. Pemerintah perlu mengakui bahwa pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim dan mereka harus memastikan strategi adaptasi berdasarkan pada teknik-teknik pertanian berkelanjutan.
Dalam laporannya yang berjudul "Ketahanan Pangan dan Perubahan Iklim" , Greenpeace meninjau studi ilmiah yang menggarisbawahi strategi yang paling efektif untuk adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim adalah pertanian yang mampu meningkatkan keanekaragaman hayati. Campuran tanaman dan varitas yang berbeda dalam satu bidang adalah sesuatu yang sudah terbukti dan sangat dapat diandalkan untuk metode pertanian yang akan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan cuaca yang tak menentu. Dan, cara terbaik untuk meningkatkan tingkat toleransi dalam satu varietas teknologi peternakan yang modern yang tidak memerlukan gangguan genetik.
Selain itu untuk menjaga pertanian terhadap perubahan iklim - adalah penting untuk mengenali bahwa pertanian itu sendiri juga merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar. Laporan Greenpeace yang berjudul “Cool Farming” melakukan rincian praktek-praktek yang merusak hasil dari industri pertanian dan menyajikan solusi yang terbaik untuk membantu mengurangi kontribusinya terhadap perubahan iklim. Solusi sederhana ini akan bermanfaat bagi lingkungan serta petani dan konsumen di seluruh dunia tanpa menggunakan tanaman rekayasa genetika yang berbahaya.
Greenpeace berkampanye untuk Tanaman yang bebas dari GE dan produksi pangan didasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian, perlindungan keanekaragaman hayati, dan memberikan seluruh masyarakat makanan yang aman dan bergizi. Kami menolak rekayasa genetika yang tidak diinginkan dan tidak perlu serta teknologi yang mencemari lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati dan dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan kita (Sumber : Greenpeace Asia Tenggara , http :www.greenpeace.org/seaasia)
Beras adalah kehidupan
Beras terkait erat dengan budaya dan kehidupan masyarakat di Asia Tenggara. kawasan yang kaya akan warisan budaya beras harus dilindungi melalui pertanian padi yang berkelanjutan. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menjaga beras kita melawan resiko akan 'teknologi' seperti rekayasa genetika, dan berinvestasi dalam produksi dan metode pertanian ekologi, pertanian yang tidak tergantung pada bahan-bahan kimia berbahaya.
Pemerintah di Asia Tenggara harus mengeluarkan suatu larangan langsung pada GE (genetically engineered) tanaman pangan, khususnya beras dengan kandungan bahan kimia. mengancam mata pencaharian petani dan kandungannya dapat menimbulkan risiko terhadap lingkungan. Karena para perusahaan banyak yang mendukung beras GE ini mendorong perkebunan monokultur yang mengurangi keragaman, tanaman GE menambah risiko produksi beras di seluruh dunia yang ditimbulkan oleh pemanasan global.
Beras adalah tanaman pangan yang paling penting di Asia Tenggara – berdasarkan perhitungan dari sekitar 25 persen dari total produksi beras dunia pada tahun 2008. Tetapi produksi beras di negara-negara seperti Indonesia, Filipina dan Thailand menghadapi ancaman dari perusahaan bioteknologi.
Pertanian terancam perubahan iklim
Pertanian pada saat ini menghadapi perubahan iklim di Asia Tenggara yang merupakan produsen pertanian terbesar di dunia - tetapi pada saat yang sama menjadi sangat rentan terhadap bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim. Bank Pembangunan Asia (ADB) melakukan penelitian yang dirilis bulan April lalu mengungkapkan bahwa jika tidak ada tindakan global yang di lakukan, perubahan iklim akan menyebabkan penurunan yang serius dalam produksi beras di negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Perubahan iklim akan sangat mempengaruhi pertanian di seluruh dunia. Ketahanan pangan di banyak negara adalah ancaman besar dari curah hujan yang tidak terduga dan lebih sering terjadinya cuaca ekstrim. Tujuh puluh persen dari kemiskinan dunia ditemukan di daerah-daerah pertanian di mana petani bergantung pada hujan untuk hasil panen mereka - di mana terlalu banyak atau terlalu sedikit hujan adalah suatu bencana. Pemerintah perlu mengakui bahwa pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim dan mereka harus memastikan strategi adaptasi berdasarkan pada teknik-teknik pertanian berkelanjutan.
Dalam laporannya yang berjudul "Ketahanan Pangan dan Perubahan Iklim" , Greenpeace meninjau studi ilmiah yang menggarisbawahi strategi yang paling efektif untuk adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim adalah pertanian yang mampu meningkatkan keanekaragaman hayati. Campuran tanaman dan varitas yang berbeda dalam satu bidang adalah sesuatu yang sudah terbukti dan sangat dapat diandalkan untuk metode pertanian yang akan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan cuaca yang tak menentu. Dan, cara terbaik untuk meningkatkan tingkat toleransi dalam satu varietas teknologi peternakan yang modern yang tidak memerlukan gangguan genetik.
Selain itu untuk menjaga pertanian terhadap perubahan iklim - adalah penting untuk mengenali bahwa pertanian itu sendiri juga merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar. Laporan Greenpeace yang berjudul “Cool Farming” melakukan rincian praktek-praktek yang merusak hasil dari industri pertanian dan menyajikan solusi yang terbaik untuk membantu mengurangi kontribusinya terhadap perubahan iklim. Solusi sederhana ini akan bermanfaat bagi lingkungan serta petani dan konsumen di seluruh dunia tanpa menggunakan tanaman rekayasa genetika yang berbahaya.
Greenpeace berkampanye untuk Tanaman yang bebas dari GE dan produksi pangan didasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian, perlindungan keanekaragaman hayati, dan memberikan seluruh masyarakat makanan yang aman dan bergizi. Kami menolak rekayasa genetika yang tidak diinginkan dan tidak perlu serta teknologi yang mencemari lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati dan dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan kita (Sumber : Greenpeace Asia Tenggara , http :www.greenpeace.org/seaasia)