Minggu, 13 September 2009

Asap : Bencana yang tidak bisa dihindari ?

Posted on 15.37 by Sugiana, SP.

    Beberapa bulan terakhir ini masyarakat di beberapa daerah di Indonesia seperti di Kalimantan dan Sumatra mengalami bencana asap.  Asap sebagai dampak dari kebakaran lahan dan hutan menyelimuti beberapa beberapa daerah tersebut.  "Bencana asap" kalau kita bisa katakan merupakan peristiwa yang terus berulang setiap tahun.  Kebakaran lahan dan hutan ini diebut debagai "bencana" karena kebakaran lahan dan hutan tersebut telah meluas dan tidak terkendali sehingga merusak lahan dan hutan sehingga menghasilkan asap dalam jangka waktu yang berkepanjangan.  Kenyataan menunjukkan kebajaran lahan dan hutan ini bukanya berkurang, malah setiap tahun luasan dan intensitasnya semakin bertambah besar. 
   Kebakaran lahan dan hutan ini menimbulkan dampak negatif yang sangat besar baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat.  Dampak sosial dan ekonomi sangat besar termasuk mengganggu kesehatan dan transportasi masyarakat, bahkan kabut asap yang timbul di beberapa negara tetanga juga dituding sebagai kiriman dari negara kita.  Ini tentu sesuatu yang tidak  bisa kita biarkan begitu saja.
    Sebagai ilustrasi kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada tahun 1997/1998 ternyata telah melepaskan 2,6 miliyar karbon ke dalam atmosfir yang jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya yaitu 1 miliar ton pada tahun 1999.  Dengan angka 1 miliar ton saja Indonesia telah menduduki peringkat pertama sebagai negara penghasil karbon terbesar di dunia karena 22 persen dihasilkan dari kebakaran lahan dan hutan di Indonesia pada tahun 1997/1998.  Sebagai pembanding saja aktivitas manusia pada tahun 1980-an setiap tahunya rata-rata menghasilkan 6 miliar karbon.  Produksi sebesar 2,6 miliar karbon tersebut setara dengan 13-14 persen produksi karbon global (Saharjo, 2003). 
    Dari segi kesehatan kebakaran lahan dan hutan menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan yang sangat tinggi terutama Total Suspended Particulate (TSP) dan Particulate Mater Less Than 10 Micron (PM10).  Asap kebakaran hutan dan lahan sangat mengganggu kesehatan karena mengandung partikel debu dan gas-gas berbahaya/beracun seperti karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan Ozon (O3), hidrokarbon, dll.  Ini tentu sangat mengganggu kesehatan seseorang, karena bukan hanya mengganggu sistem respirasi tetapi juga akan mengganggu organ dan jaringan tubuh lainya karena semua organ membutuhkan energi yang tergantung dari proses respirasi.  Bahkan dampaknya bukan hanya terbatas pada saat terjadi kebakaran lahan dan hutan saja, tetapi juga berdampak pada gangguan kesehatan dalam jangka panjang, terutama anak-anak. 
     Asap yang ditimbulkan dari kebakaran lahan dan hutan juga menyebabkan terbatasnya jarak pandang sehingga hal ini sangat mengganggu akses transportasi masyarakat.  Sudah kita dengar beberapa bandara untuk sementara ditutup untuk jalur penerbangan karena gangguan ini.  Gangguan transportasi masyakat ini berakibat juga terhadap berkurangnya aktivitas ekonomi masyarakat.  Coba kita cermati berapa kerugian secara ekonomi yang ditimbulkan dari dampak asap ini?   Permasalahan asap ini juga dampaknya juga dirasakan di negara tetanggga kita, sudah barang tentu effek politisnya sangat besar.  Bukan hanya arus barang dan wisatawan menjadi terhambat bahkan arus modal masuk (investasi) sedikit banyak terhambat. Kalau sudah begini ujung-ujungnya adalah perekonomian daerah maupun nasional akan terganggu.
     Bukan itu saja, biaya yang dikeluarkan untuk memadamkan kebakaran lahan dan hutan juga tidak sedikit. Ingat kebakaran lahan dan hutan pada tahun 2007 bahkan pemerintah sempat menyewa pesawat terbang dari Rusia khusus untuk memadamkan kebakaran ini.  Berapa biaya yang bisa dihemat jikalau tidak ada kebakaran lahan dan hutan dan biayanya bisa dipakai untuk dana pembangunan  di daerah tersebut yang kita tahu infrastruktur maupun sarana lainya masih tertinggal dibandingkan daerah lainya.
     Kalau kita cermati sebenarnya mengapa peristiwa ini selalu berulang setiap tahun? Mengapa kita tidak bisa melakukan antisipasi sejak dini agar bencana ini tidak berulang setiap tahun?
    Seperti yang kita ketahui bersama, hutan tropis Indonesia merupakan hutan alam tropis basah yang banyak memiliki kekayaan dan keragaman flora dan fauna yang tidak ternilai harganya.   Hutan sumberdaya alam yang mampu mendorong perekonomian masyarakat maupun negara.  Namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk pengusahaan hutan dilakukan secara membabibuta tanpa memperhastikan aspek kelesetarianya.  Degradasi hutan terjadi secara besar-besaran.  Tidak heran sebagian besar huatan-huatan kita pada saat ini kondisinya sangat menggenaskan, rusak dan dibiarkan begitu saja.  Rusaknya hutan berakibat tidak berfungsinya hutan sebagai bagian dari ekosistem juga rusak. 
    Alih fungsi hutan secara besar-besaran untuk kegiatan HPH, pembangunan HTI, perkebunan, pertanian/perladangan, kawasan transmigrasi dan pertambangan mengakibatkan terbukanya hutan dan kerusakan hutan sehingga rawan terhadap bahaya kebakaran.  Apalagi pada saat ini alih fungsi hutan untuk areal perkebunan terutama kelapa sawit dilakukan secara besar-besaran hampir disemua daerah.  Dicurigai sebagian besar lahan -lahan untuk perkebunan ini penyiapan lahanya dilakukan dengan pembakaran lahan.  Hal yang tidak mustahil karena dengan metode tebang dan bakar ini akan sangat menghemat biaya, sesuatu yang akan dilakukan pengusaha untuk  meraup keuntungan yang sangat besar.  Coba bandingkan jika membuka lahan dengan metode tanpa bakar, akan memakan waktu yang lebih lama dan memerlukan biaya dan tenaga kerja yang jauh lebih besar.  Sebuah studi menunjukkan bahwa dengan metode tebang dan bakar ini hanya memerlukan biaya 1/3 saja dan waktu yang sangat singkat.  Sebuah metode yang sangat effisien dan sangat menguntungkan bagi pengusaha namun menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi lingkungan, masyrakat dan negara.   
     Degradasi hutan akibat pembukaan hutan akan menimbulkan lahan -lahan terbuka tanpa ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi,  lahan ini biasanya didominasi oleh semak dan rumput serta alang-alang.  Lahan-lahan seperti ini akan mudah terbakar terutama pada saat musim kemarau seperti ini.  Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa hanya pada kawasan hutan yang terbuka dan rusak saja yang selalu terbakar, sedangkan hutan-hutan yang masih asli (virgin forest) tidak terbakar dan memiliki kemampuan untuk memulihkan diri (self recovery) dalam waktu singkat.
    Kajian Anshari (2003) menunjukkan kebakaran lahan dan hutan di Indonesia disebabkan oleh ulah manusia yang melakukan pembakaran pada lahan gambut, pembakaran untuk membuka areal perkebunan termasuk areal untuk kelapa sawit dan HPH/HTI, pembakaran pada sisa-sisa kayu dan ranting pada areal HPH yang rusak serta pembakaran vegetasi pada sistem perladangan berpindah.  Sebagian besar pemabakaran lahan dan hutan pada lahan gambut maupun pembukaan areal perkebunan selama ini dituding sebagai pelaku utama.  Seperti yang kita ketahui selama ini, pembakaran hanya akan menghasilkan asap dalam jumlah yang sangat besar apabila "bahan bakar" berasal dari bahan yang kandungan airnya tinggi.  Lahan gambut dan hasil  tebangan untuk pembukaan areal perkebunan mempunyai kandungan air yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lainya. Perladangan berpindah walaupun termasuk penyebab kebakaran lahan dan hutan namun prosentasenya kecil, mereka melakukan metode pembakaran secara terkendali dan mereka sudah melakukan metode ini sejak ribuan tahun yang lalu dan tidak dilakukan secara massif seperti pembukaan lahan untuk perkebunan.
    Penyiapan lahan untuk berbagai keperluan terutama perkebunan dan HTI dengan pembakaran yang terjadi pada lahan gambut tentu saja menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi lingkungan.  Studi yasng dilakukan Saharjo (2003) menunjukan bahawa  suhu akibat pembakaran dapat merusak gambut, menghilangkan kapasitas penyimpanan air, menghilangkan kapasitas penyerapan karbon, menghilangkan sumberdaya genetik dan keanekaragaman hayati, melepaskan karbon, menghilangkan berbagai fungsi ekologis dan ekonomis serta tidak kalah pentingnya adalah mencoreng nama baik bangsa di dunia internasional. Penelitian Laboratorium Kebakaran Hutan  dan Lahan IPB dan Kantor kementrian Lingkungan Hidup RI menunjukkan bahwa penyiapan lahan dengan pembakaran pada lahan gambut seluas 3.000 hektar dengan ketebalan gambut yang rusak rata-rata 10 cm maka untuk mengganti kerusakan ekologis dan kerugian ekonomis serta upaya pemulihanya diperlukan biaya sebesar Rp. 800 milyar.
   Sekarang pertanyaan bagi kita semua, akankah kebakaran lahan dan hutan ini terus terjadi setiap tahun tahun?  Pemerintah dan pemerintah daerah serta berbagai elemen masyarakat saya kira harus mengambil langkah-langkah yang nyata. Tindakan yang segera dilakukan pada saat ini adalah bagaimana upaya memadamkam kebakaran lahan dan hutan agar dapat dikendalikan dan tidak meluas dan berkepanjangan sehingga asap yang ditimbulkanya dapat dikurangi.  Pemadaman dapat dilakukan lewat darat maupun melalui udara dengan pesawat.  Ternasuk upaya Tim Modifiksi Cuaca dari BPPT yang sedang melakukan upaya pembuatan hujan buatan di beberapa daerah patut kita dukung dan apresiasi dengan baik. Upaya ini juga harus dibarengi dengan upaya penegakan hukum (law enforcement) tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang melakukan pembakaran secara sengaja termasuk pengusaha-pengusaha HPH/HTI dan perkebunan kelapa sawit yang terbukti melakukan kejahatan lingkungan pembakaran lahan dan hutan harus diproses sesuai hukum yang berlaku untuk menimbulkan effek jera.
     Selanjutnya kedepan perlu langkah-langkah antisipatif untuk meminimalkan berulangnya bencana asap ini dengan meminimalkan terjadinya kebakaran lahan dan hutan.  Upaya ini dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak dari awal untuk menyusun langkah-langkah antisipatif secara bersama baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, LSM, perguruan tinggi, masyarakat desa sekitar hutan maupun aparat penegak hukum secara terencana dan terpadu.  Saya kira kedepan kita tidak ingin dikenal sebagai "eksportir asap" oleh negara tetangga kita, Singapura dan Malaysia,sebuah julukan yang amat memalukan dan mecoreng nama bangsa di dunia internasional.
    Stop Kebakaran, Stop Asap dan Stop Bencana !
  
   

No Response to "Asap : Bencana yang tidak bisa dihindari ?"

Leave A Reply

Trimakasih atas komentar anda, baik berupa saran maupun kritik anda untuk kemajuan blog ini.